Dari Sungai Kuantan ke Panggung Dunia: Rahasia Tradisi Pacu Jalur yang Bikin Klub Dunia Ikut Menari!


source: Google Image


Akhir-akhir ini media sosial kembali diramaikan dengan sebuah tarian. Dengan tagar #aurafarmaing di TikTok, Pacu Jalur menjadi inspirasi berbagai selebrasi para bintang di bidang olahraga. Menjadi ramai kembali semenjak akun klub bola PSG mengunggah video ketika pemainnya melakukan selebrasi gol yang gerakannya menyerupai gerakan Anak Coki, salah satu pemain yang berperan menari dan berada pada bagian paling depan perahu. Tapi sebenarnya apa itu Pacu Jalur? Mari mengenal lebih jauh


1. Bukan Untuk Dilombakan


Pacu Jalur, terdiri dari pacu yang berarti lomba/balap dan jalur yang berarti sampan/perahu. Mulanya, jalur digunakan sebagai alat transportasi dan distribusi hasil panen. Perahu ini dahulu digunakan sepanjang sungai Kuantan, dari hulu Kuantan hingga Cerenti.


Untuk Jalur yang dihias awalnya hanya diterapkan oleh kaum bangsawan. Pemasangan ornamen seperti manik-manik, kepala naga, payung, dan lainnya biasanya hanya terpasang di Jalur bangsawan, bukan Jalur yang digunakan untuk moda transportasi atau distribusi hasil panen. Sekitar 100 tahun setelah mula kelahiran jalur, masyarakat mulai menyelenggarakan lomba dayung antar-kampung saat perayaan Maulid Nabi dan Idul Fitri. Di masa kolonial Belanda, lomba ini digunakan untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina pada akhir Agustus hingga awal September, selama 2 - 3 hari. Setelah Indonesia merdeka, tradisi ini bertransformasi menjadi perhelatan yang diselenggarakan setiap bulan Agustus, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik.


2. Satu Perahu Berisi 60 Orang


Pacu Jalur melibatkan perahu sepanjang 25 - 40 meter, dengan lebar 1,3 - 1,5 meter. Tiap perahu diisi 50 - 60 orang, dengan pembagian peran khusus: anak pacu (pendayung utama), anak jaga (pemegang ritme/komando), anak onjai (penunjuk arah di belakang), dan anak coki/togak luan (penari di haluan).


Perahu berjalan dengan irama kompak, dipandu komando dari anak jaga dan digerakkan dengan semangat oleh anak coki penari cilik yang berdiri di haluan, menjaga keseimbangan dan memberi tanda jika tim unggul. Tarian sederhana ini menjadi sinyal kemajuan, sekaligus menyuntikkan semangat ekstra bagi pendayung.


Memiliki jalur berarti kampung itu punya marwah. Jika tak memiliki jalur sendiri, penduduk bisa dianggap kurang maskulin. Pemenang lomba tidak hanya mendapat penghargaan berupa "tonggol"dan umbul-umbul, tapi juga hadiah uang tunai yang kini penting untuk memenuhi biaya latihan dan konsumsi untuk tim.


3. Menjadi Festival Tahunan


Festival Pacu Jalur biasanya digelar selama 5 hari antara 20 - 27 Agustus. Dimulai dari babak rayon di beberapa kecamatan dan puncaknya di Tepian Narosa, Teluk Kuantan. Jumlah jalur yang berkompetisi bisa mencapai 193, tak hanya dari Kuansing tapi juga daerah lain di Riau. Sejak 2020, Pacu Jalur masuk dalam "100 Calendar of Events Wonderful Indonesia" versi Kemenparekraf. Menpar Arief Yahya dan Bupati H.Mursini menjadikan ajang ini sebagai wahana promosi budaya dan wisata, plus pelaksanaan International Dragon Boat di Danau Kebun Nopi sebagai pelengkap.


Pada 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pacu Jalur sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda Nasional. Sejak itu, festival ini didukung oleh pemerintah, mendapat dukungan dana APBD (Rp1,1 miliar pada 2021) dan diikutkan di kalender wisata nasional serta internasional.

Comments:

Leave a Reply

you may also like

...